Barking Up The Wrong Tree (#2)

Seri nomor dua dari book-post saya yang membahas buku tentang kesuksesan dan fakta yang menunjukkan bahwa mungkin semua yang kita tahu tentang sukses itu kebanyakan masih salah.

Barking Up The Wrong Tree (#2)

Hi!

Di minggu ini saya akan melanjutkan pembahasan mengenai buku Barking Up the Wrong Tree karangan Eric Barker. Kamu bisa membaca seri nomor satunya di sini.

Topik bahasan kedua adalah: apakah orang baik selalu kalah?

Banyak orang bilang bahwa orang baik yang menang hanya ada di film. Sementara di dunia nyata tidak demikian. Orang yang curang atau sering melanggar aturan justru lebih sering sukses. Politikus curang atau koruptor hidup enak, sementara yang bekerja jujur karirnya ‘begitu-gitu saja’.

In the short term, sometimes being bad can be very good.”

Tidak perlu hal yang besar, penelitian menunjukkan kalau penjilat di kantor akan memiliki kesempatan yang lebih baik dibanding karyawan lainnya. Efek dari pujian ternyata sangat kuat sehingga bahkan walaupun atasan tahu kalau pujian yang diberikan padanya tidak tulus, hasilnya tetap baik. Dunia itu tidak adil.

As long as you keep your boss or bosses happy, performance really does not matter that much and, by contrast, if you upset them, performance won’t save you.”

Kemudian, mengenai persepsi. Penelitian dari Harvard menunjukkan kalau orang yang terlalu baik justru dinilai kurang kompeten. Sebaliknya, orang yang sering melanggar aturan seringkali dilihat sebagai orang yang lebih berkuasa. Jadi bukan hanya orang berduit saja (Lu punya duit, lu punya kuasa). Penelitian juga menunjukkan kalau ada beberapa sifat negatif yang justru bisa membuatmu lebih mungkin menjadi pemimpin.

Agak depresif, ya?

Tapi, ada pelajaran yang bisa kita ambil. Pertama, kenapa orang-orang seperti itu bisa sukses, yaitu karena mereka lebih asertif apabila menyangkut dengan keinginan mereka, dan mereka tidak ragu untuk menunjukkan apa yang sudah mereka capai ke orang lain. Orang baik cenderung menerima saja apa yang diberikan, dan orang yang rendah hati tidak mau ‘sombong’ atau show off.

Kedua, orang-orang seperti itu hanya menang di jangka pendek saja. Apa yang terjadi jika semua orang kemudian melakukan hal yang sama? Tidak ada rasa saling percaya, semua saling mencurangi satu sama lain, dan pada akhirnya rusaklah sistem itu.

The red fox, from what I understand, lives regularly in civilized areas populated by people; however, they are so stealthy, so sneaky, you may never see them in your own backyard. Neither do I, but they’re probably there! I found this beautiful animal, perhaps my favorite in all the land near the oldest, biggest cemetery in our metropolitan area. It is one of three living there as far as I know.
Photo by Gary Bendig / Unsplash

Di saat kita melihat karyawan lain curang di tempat kerja, lalu kemudian dia lolos tanpa menerima hukuman, kemungkinan orang lain berbuat curang juga akan meningkat dengan tajam. Akhirnya kecurangan itu akan dijadikan norma yang bisa diterima. Sama seperti virus, kebiasaan buruk yang tidak segera dihentikan akan menyebar dengan cepat, menginfeksi semua yang tidak memiliki daya tahan yang baik.

Barker menjelaskan di chapter 2 ini tentang sistem di penjara. Bahkan di tempat berkumpulnya para kriminal pun ada sistem yang membuat kehidupan lebih teratur dan stabil. Dan sistem ini didasarkan pada trust serta cooperation.

Begitu pun dengan bajak laut. Berbeda dengan yang selama ini digambarkan di film, sistem bajak laut justru berjalan dengan baik karena tingginya kepercayaan, demokrasi, serta memperlakukan satu sama lain dengan adil. Kalau misalkan di penjara maupun di dunia bajak laut justru tidak saling mencurangi, artinya ada sebuah insentif untuk tidak berbuat curang.

Photo by Elena Theodoridou / Unsplash

Ketika kita kenal dan percaya terhadap seseorang, sebuah transaksi akan berjalan lebih mulus dan cepat. Ekonom menyebutnya sebagai “discipline of continuous dealings”. Saat transaksi berjalan mulus, akan muncul lebih banyak transaksi lagi sehingga terciptalah sistem pasar yang lebih baik serta lebih bernilai bagi semua pihak terlibat.

Kembali ke pertanyaan utama, apakah orang baik selalu kalah?

Ya dan tidak.

Penelitian dari Adam Grant menemukan bahwa banyak sekali orang baik, yang ia sebut “Givers”, berada di bagian paling bawah dan paling atas pada success metrics. Orang yang curang dan melanggar aturan, yang egois dan memanfaatkan orang lain, disebut “Takers”, secara rata-rata dan jangka pendek berada di tengah. Siapa musuh bebuyutan dari Takers? Betul, Takers yang lain.

Lalu apa yang membedakan Givers yang berada di bawah, yang hidupnya selalu dimanfaatkan oleh Takers, dengan Givers yang sukses berada di tingkat paling tinggi?

Jawabannya adalah TFT (tit for tat). Lebih mudah memahaminya menggunakan game of trust.

Bayangkan sebuah turnamen menggunakan beberapa algoritma strategi untuk melihat mana yang mendapat poin tertinggi. Aturannya seperti ini: ada 2 pemain (A dan B) dan 1 mesin. Baik pemain A dan B diberikan pilihan apakah mau coordinate atau cheat. Kalau coordinate, maka pemain memasukkan koin ke dalam mesin. Sementara kalau cheat, maka pemain diam saja dan tidak memasukkan koin. Jika mereka berdua memutuskan untuk memasukkan koin (coordinate), artinya poin mereka sama-sama menjadi +2. Jika pemain A memasukkan satu koin sementara pemain B memutuskan untuk tidak memasukkan koin (cheat), maka poin pemain A adalah -1, sementara pemain B +3. Dan jika pemain A dan B memutuskan untuk cheat dan tidak memasukkan koin, maka poin mereka sama-sama 0.

Dibuatlah algoritma dimana salah satu pemain dianggap sangat baik: ia selalu mempercayai pemain satunya bahkan ketika ia dicurangi. Dibuat juga algoritma kebalikannya, dimana salah satu pemain sangat curang, selalu mengkhianati pemain lainnya. Algoritma lain berada di tengah, dan ada satu algoritma yang didesain menjadi tit for tat (TFT). Algoritma ini akan cooperate di ronde pertama, tapi di ronde-ronde berikutnya ia akan menyesuaikan apa yang lawannya lakukan — kalau di ronde sebelumnya lawan cooperate, maka ia akan cooperate juga di ronde selanjutnya. Tapi ketika lawan cheat, maka di ronde selanjutnya, ia akan cheat juga.

Semua algoritma ini dihadapkan satu sama lain lalu dibandingkan poin akhirnya. Hasilnya algoritma program TFT mendapat poin tertinggi, bahkan mengalahkan si selalu curang.

TFT memiliki nama lain yaitu Copycat. Di awal ia selalu mau bekerjasama/cooperate. Tapi ia juga tidak naif. Apabila lawan mainnya bertindak curang, ia tidak segan membalas.

Penelitian berlanjut. Dibuatlah program yang lebih baik lagi, yaitu TFT atau Copycat, namun ditambahkan sifat pemaaf. Walaupun dicurangi di awal, ia masih mau memaafkan di putaran selanjutnya. Bila tetap dicurangi, ia akan membalas. Namun saat berhadapan dengan algoritma yang hanya cheating di awal, poinnya melambung tinggi. Ini menggambarkan di dunia nyata sebagai kesempatan kedua. Tidak langsung menghakimi ketika seseorang berbuat salah, masih mau memaafkan, tapi bila seseorang itu melakukan berulang kali atau terus curang, maka tak segan akan di-cut.

Jadi ada empat pelajaran yang bisa diambil dari kesuksesan TFT atau Copycat:

#1 Jangan iri hati

Kebanyakan hal di dalam hidup bukanlah zero-sum. Hanya karena orang lain menang, bukan berarti kamu kalah. Dengan bekerja sama, kamu bisa mendapat solusi win-win.

#2 Jangan jadi yang pertama berkhianat

Jadilah yang pertama mengajak kerjasama. Jangan pasif menunggu, karena kamu akan kehilangan banyak kesempatan. Tapi jangan sampai kamu mencurangi orang lain terlebih dahulu.

#3 Balaslah kerjasama maupun kecurangan

Jangan pernah mengkhianati orang lain terlebih dahulu. Namun jika dicurangi, jangan mau mengorbankan diri.

#4 Jangan terlalu pintar

Terlalu pintar di sini digambarkan sebagai orang yang mengetes strategi (Tester). Walaupun pihak lain mau bekerjasama, tapi Tester mencoba-coba meraih keuntungan. Padahal justru strategi yang lebih baik adalah strategi sederhana TFT, “Kamu mau bekerjasama, saya akan bekerjasama. Kamu mengkhianati saya, saya pun akan melakukan demikian.”

Selain keempat pelajaran di atas, ada beberapa aturan yang bisa kamu ikuti:

Aturan 1: Pilih Tempat yang Tepat

Ketika kamu memilih pekerjaan, amati dengan cermat orang-orang yang akan bekerja denganmu. Kemungkinan besar kamu akan menjadi seperti mereka, bukan mereka yang menjadi sepertimu.

Itu sebabnya lingkungan kerja yang buruk bisa merusak karyawan sebagus apa pun. Jangan lupa kalau kecurangan itu bisa menular.

Apabila kamu berada di lingkungan Givers, kamu bisa bekerja sama dan saling sukses. Tapi apabila kamu berada di lingkungan Takers, hidupmu tidak akan tenang.

Aturan 2: Kerjasama Terlebih Dahulu

Menjadi orang pertama yang menawarkan bantuan atau mengajak kerjasama adalah kunci untuk menumbuhkan perasaan timbal balik dari orang lain. Melakukan hal baik ke orang lain, bahkan sekecil apa pun, akan menunjukkan ke Givers lain bahwa kamu adalah Giver. Apabila orang lain menyukaimu, kamu akan lebih mudah bernegosiasi atau meminta pertolongan saat kamu membutuhkannya.

Aturan 3: Menjadi Orang Tanpa Pamrih Bukanlah Hal Suci, Melainkan Kebodohan

Sayangnya di kehidupan nyata, sifat dasar manusia adalah ketika seseorang selalu cooperate, do too much, dan tidak pernah menuntut apapun, mereka akan disia-siakan atau taken for granted. Dan, terlalu baik atau terlalu memberi secara berlebihan akan mengarahkanmu pada burnout. Berbuat baiklah, tolonglah orang lain, tapi tidak perlu merasa bersalah sehingga kamu terus-terusan mengorbankan diri.

Aturan 4: Bekerjakeraslah, Tapi Pastikan It Gets Noticed

Terkadang justru orang brengsek di kantorlah yang selalu self-promote. Mereka yang bernegosiasi. Mereka menunjukkan dirinya saat menyelesaikan sesuatu.

Kamu bisa melakukannya tanpa menjadi brengsek. Bosmu harus tahu keberhasilanmu. Bosmu juga harus suka denganmu. Begitulah dunia ini bekerja. Usaha kerasmu tidak akan terbayar kalau bosmu tidak tahu harus mengapresiasi siapa.

Aturan 5: Berpikir Jangka Panjang dan Buat Orang Lain Berpikir Jangka Panjang

Perbuatan buruk hanya menang dalam jangka pendek saja. Artinya, sebisa mungkin buat segala sesuatunya jangka panjang. Masukkan langkah lebih banyak ke kontrak perjanjianmu dengan customer. Ketika suatu hal terlihat hanya satu kali atau jangka pendek saja, orang cenderung mencari keuntungan lebih besar, karena toh setelahnya ia tidak akan bertemu lagi denganmu.

Semakin besar kemungkinanmu bertemu lagi dengan mereka, maka akan lebih make sense bagi mereka untuk memperlakukanmu dengan lebih baik. Itu sebabnya pada jaman kerajaan, raja atau ratu mengawinkan anak-anaknya dengan anak-anak dari kerajaan lain. Itu adalah salah satu usaha untuk saling bekerjasama dan tidak perang satu sama lain.

Aturan 6: Mau Memaafkan

Tidak semua kesalahan itu disengaja. Hidup itu kompleks dan kadang kita tidak tahu semua faktor. Bahkan kadang kita sendiri tidak bisa dipercaya. Misal kita sedang dalam diet, kemudian teman kantor membelikan martabak dan pizza, lalu akhirnya kita makan banyak. Apakah artinya kita adalah bad person yang tidak layak untuk dipercaya lagi? Tentu saja tidak.

Kamu tidak sempurna, saya tidak sempurna, orang lain tidak sempurna. Terkadang orang berbuat salah. Maafkanlah dan beri kesempatan kedua.

💡
Suka dengan post ini? Kamu bisa mendaftar ke email newsletter yang akan saya kirimkan tiap minggunya, berisi rekomendasi buku yang sedang saya baca, beberapa link artikel menarik, video atau lagu yang saya temukan di minggu itu, serta quote yang berkesan untuk saya.