Clason dan Housel: Langkah Mengatur Keuangan Pribadi

Clason dan Housel: Langkah Mengatur Keuangan Pribadi
Photo by Allef Vinicius / Unsplash

Arya dan Bima adalah teman baik dari kecil yang bekerja di sebuah perusahaan swasta yang sama. Mereka berdua merupakan engineer dengan pengalaman yang cukup banyak dan sudah meniti karir di perusahaan tersebut dari sejak lulus kuliah.

Suatu siang saat sedang istirahat, Arya menghampiri Bima yang tampak sedang serius melihat HP-nya. “Lagi apa lu Bim?” Tanpa mengalihkan pandangan, Bima menjawab, ”Biasa bro, habis mantengin pergerakan IHSG. Lumayan nih lagi turun terus, uang gajian kita kemarin bisa gue sisihkan buat invest. Sekalian gue mau masukkin bonus kita tahun ini ke SBN, bunganya lumayan.”

“Yaelaah Bim, hidup itu singkat. Rugi kalau ga dinikmati. Inget kata Opa Gilmour: ‘You are young and life is long, and there is time to kill today. Then one day you find ten years have got behind you’. Nih lihat notif yang barusan gue dapet.” Arya menunjukkan layar handphonenya ke Bima, tampak aplikasi pembelian tiket pulang pergi Jakarta-Seoul dengan harga 5 juta. “Ini promo yang jarang ada Bim. Yuk, mending kita ambil cuti buat jalan ke Korea. Siapa tahu lu bisa ketemu idol kesukaan yang biasa lu tonton di internet.”

Sambil menghela nafas, Bima menjawab, “Ya, lu kan habis pulang jalan-jalan keliling negara ASEAN. Bulan kemarin beli laptop gaming. Kapan lu mau nabung? Kalau uang lu buat beli reksadana indeks, lu bisa pensiun dini. Ga perlu nunggu umur 55, nanti di masa tua tinggal menikmati hasil investasi aja.”

Arya menjawab Bima dengan ketus, “Bim salabim, gue udah ngikutin saran lu. Semua cicilan udah gue lunasin, ga lagi punya hutang. Tiap bulan gue bikin budget, pemasukan pengeluaran rajin gue catat. Gaji gue 50% buat kebutuhan hidup sehari-hari, terus bulan ini juga gue udah selesai nabung buat emergency fund. Lu bilang minimal 3 bulan pengeluaran kan? Gue udah nabung di Reksadana Pasar Uang setara 6 bulan pengeluaran. Nah, jadi buat apa lagi gue simpan sisanya di tabungan? Mending gue pakai menikmati hidup kan?”

Bima terdiam. Ia teringat pada dua buku yang pernah ia baca, yaitu The Richest Man in Babylon karangan George Clason serta Psychology of Money karangan Morgan Housel.

“Nikmatilah hidupmu. Jangan terlalu memaksakan diri atau mencoba menabung terlalu banyak. Jika sepersepuluh dari semua pendapatanmu adalah jumlah yang bisa kamu tabung dengan nyaman, puaslah dengan jumlah ini. Jangan sampai kamu menjadi kikir dan takut untuk membelanjakan uang. Hidup itu penuh dengan hal-hal berharga untuk dinikmati.”

Sementara menurut Housel, “Kekayaan adalah pendapatan yang tidak dihabiskan. Untuk membangun kekayaan justru banyak hubungannya dengan tingkat kita menabung. Tekan apa yang bisa kita beli hari ini sehingga kita punya lebih banyak pilihan di masa depan.”

Sebenarnya bagaimana menggunakan uang akan berbeda pada masing-masing orang. Namun menurut saya, ada beberapa hal universal yang logis. Misalnya saja, fakta bahwa bunga tabungan di bank yang sangat kecil dibandingkan laju inflasi. Mungkin kamu pernah mendengar lagu ajakan menabung biar untung. Aktualnya, kalau semua uang kita hanya disimpan di bank, semakin lama ia akan semakin tergerus nilainya.

Itu sebabnya banyak sekali instrumen investasi yang menawarkan bunga di atas inflasi. Jadi investasi memang bisa menjadi solusi. Tapi, pasti akan muncul pertanyaan, “Berapa banyak uang tabungan saya yang harus diinvestasikan?” Kembali lagi, ini akan berbeda pada tiap orang, bergantung pada kebutuhan, keinginan, dan kemampuan kita menanggung risiko. Umumnya kita bisa memilih, apakah ingin melindungi uang kita (terhindar dari kehilangan uang) atau ingin meningkatkan jumlahnya.

Sesuai dengan cerita Arya dan Bima di atas, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu budgeting. Kita perlu tahu seberapa besar pengeluaran kita tiap bulannya dan apakah pengeluaran itu memang untuk hal yang kita butuhkan atau untuk yang kita inginkan. Rule of thumb yang umum digunakan adalah prinsip 50/30/20: sebanyak 50% pendapatan dipakai untuk kebutuhan (makan, tempat tinggal, cicilan kendaraan, dll.), 30% untuk keinginan (hobi, shopping, makan di restoran fancy, dll.), dan 20% untuk tabungan serta investasi. Nilai persentase yang ditabung ini sebenarnya sudah lebih banyak daripada yang disampaikan Clason dalam bukunya.

Kemudian, selanjutnya kita perlu membuat emergency fund. Sesuai dengan namanya, emergency fund hanya boleh dipakai dalam kondisi yang mendesak. Misal kita tiba-tiba sakit dan belum punya asuransi, atau kita tiba-tiba kena surplus dari perusahaan. Gadget terkini yang baru launching atau sepatu yang sedang diskon bukan termasuk kondisi mendesak. Besarnya emergency fund biasanya 3-6 kali pengeluaran bulanan kita. Jadi misalkan dalam sebulan pengeluaran kamu 5 juta, kamu harus menyiapkan 15 - 30 juta di tabungan (yang likuid) dan tidak boleh dipakai kecuali emergency.

Street Photography
Photo by Super Straho / Unsplash

Apabila setiap bulan kita konsisten melakukan budgeting dan emergency fund sudah terpenuhi, selanjutnya kita bisa mulai berinvestasi. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, kemampuan dan keinginan tiap orang menanggung risiko pasti berbeda-beda. Biasanya tipe investor dibagi menjadi konservatif, moderat, dan agresif. Saya akan membahas mengenai hal ini di post yang lain.

Bagi saya sendiri, setiap bulan saya selalu berusaha agar jumlah pengeluaran, terutama untuk kebutuhan sehari-hari, relatif sama. Artinya, apabila saya mendapat THR atau bonus kerja, persentase untuk keinginan dan untuk ditabung bisa lebih besar. Selain itu, biasanya budget yang 30% juga tidak langsung dihabiskan tiap bulan, melainkan sebagiannya ikut ditabung. Jadi persentase tabungan/investasi saya bisa mencapai 30-50%.

Tentu saja, sama seperti kamu yang membaca post ini, pasti akan ada target yang ingin dicapai, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Ini berpengaruh terhadap instumen apa yang akan saya pakai untuk uang saya. Selain melakukan budgeting pengeluaran, saya juga membagi tabungan dan investasi saya ke dalam tiga klasifikasi. Target jangka pendek yaitu untuk pengeluaran yang saya rencanakan 1-3 tahun ke depan, misal rencana liburan, membeli barang, dan sebagainya. Target jangka menengah yaitu 3-5 tahun. Dan target jangka panjang yaitu di atas 5 tahun.

Fokus saya tentu memenuhi target jangka pendek. Tapi, saya selalu menyisihkan tiap bulan untuk target jangka panjang. Justru target jangka menengah saya alokasikan ketika yang jangka pendek sudah tercapai. Ini saya lakukan agar saya tetap bisa menikmati hidup dengan pergi liburan atau membeli sesuatu yang saya inginkan, namun saya tetap bisa berjaga-jaga untuk masa depan. Instrumen investasinya tentu berbeda-beda pada setiap periode tadi. Akan saya jelaskan lebih lengkap di post khusus mengenai investasi.

Tulisan yang cukup panjang ini akan saya akhiri dengan rangkuman. Untuk mengatur keuangan kita supaya lebih baik, yang perlu dilakukan adalah:

  1. Catat pengeluaran kita per bulan, kelompokkan berdasarkan kebutuhan dan keinginan
  2. Lakukan budgeting: bisa menggunakan prinsip 50/30/20 untuk acuan awal
  3. Buat emergency fund (3-6x pengeluaran bulanan)
  4. Belajar berinvestasi karena bunga tabungan di bank sangat jauh lebih kecil dibanding inflasi
  5. Buat target pengeluaran dalam jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengalokasikan tabungan dan investasi selanjutnya

Semoga hal ini bisa membantu 😉.

💡
Suka dengan post ini? Kamu bisa mendaftar ke email newsletter yang akan saya kirimkan tiap minggunya. Isinya adalah rekomendasi buku yang sedang saya baca, beberapa link artikel menarik, video atau lagu yang saya temukan di minggu itu, serta quote yang berkesan.