Ketidaktahuan Bukanlah Kebahagiaan

Ketidaktahuan Bukanlah Kebahagiaan
Photo by Anna Dziubinska / Unsplash

Ada pepatah yang mengatakan "ignorance is bliss" atau "ketidaktahuan adalah kebahagiaan". Biasanya ini mengacu pada bagaimana kalau kita tidak tahu tentang suatu kejadian, maka kita akan terlindung dari stres atau perasaan emosional.

Mungkin evolusilah yang membuat kita selalu berusaha survive dan menghindari rasa sakit, yang tentunya bukan hanya fisik. Untuk menghindari memori yang menyedihkan, misalnya, orang sering kali tidak mau datang ke tempat tertentu, mendengar lagu tertentu, atau melihat foto tertentu. Baik secara sengaja maupun secara bawah sadar, kita menutup kemungkinan suatu hal menyakiti hati kita.

Artinya, terkadang bukan tidak tahu yang membuat bahagia, tetapi tidak mau tahu. Karena kita tahu kalau kita tahu, maka kita tidak bahagia. Hal ini berlaku dari mulai film yang dipilih untuk kita tonton, post atau video yang muncul di media sosial, atau bahkan kejadian yang menimpa orang di sekeliling kita.

Dengan tahu, muncul rasa simpati. Kita ikut kesal ketika pemeran utama di film ternyata kalah dengan lawan antagonisnya. Kita merasa ikut sedih ketika seorang rekan kerja baru saja kehilangan ibunya. Terbayang apa yang dirasakan apabila setiap hari dan setiap saat kita melihat berita di media sosial tentang Gaza atau tentang seorang diktator yang haus kekuasaan dan dengan segala cara berupaya melanggengkan dinastinya.

Pastinya bukan perasaan nyaman yang muncul. Lebih baik menonton Cipung atau Abe. Kondisi mental kita tidak akan terganggu kalau kita mute berita tentang Gaza. Masa bodoh dengan pemerintahan, toh kita bekerja keras sendiri, cari makan sendiri. Kita punya kehidupan sendiri.

Tapi... apa iya?

baby lying on inflatable ring
Photo by Valeria Zoncoll / Unsplash

Smithereens

Di salah satu episode film serial, terjadi penculikan seorang karyawan perusahaan besar. Penculik tidak menginginkan uang. Ia ingin membuat pernyataan. Namun sayangnya yang diculik hanyalah pegawai intern yang baru bergabung.

Selama kurang lebih 70 menit, penonton dibuai dengan ketegangan. Apa alasan yang membuat si penculik melakukan aksinya? Apakah negosiasi dari kepolisian bisa berhasil? Bagaimana nasib si pegawai intern yang diculik itu? Lalu, puncaknya berada di menit-menit akhir ketika suara pistol meletus...

Yang berkesan dan membekas bagi saya adalah yang terjadi setelahnya. Penonton tidak diberitahu nasib penculik atau si karyawan intern tadi. Plot cerita justru beralih ke orang-orang di tempat lain, di mana pada handphone mereka muncul sebuah notifikasi tentang kejadian penculikan. Semua mengecek handphone, melihat sekian detik, lalu melanjutkan hidup mereka masing-masing.

Just like that.

man using phone
Photo by Eddy Billard / Unsplash

Hal ini terjadi pada kita. Saat sedang scrolling di medsos, kita melihat ada anak yang kehilangan seluruh keluarganya karena bom. Lanjut scrolling. DPR berusaha menganulir putusan MK yang mencegah anak presiden yang tidak memenuhi syarat bisa maju pendaftaran gubernur. Lanjut scrolling. Seorang mahasiswa yang berdemo dikeroyok dan dipentungi oleh polisi. Lanjut scrolling. Video Abe menirukan suara buaya darat. Tonton berulang kali.

Pentingnya Bersimpati

Memang, dengan tidak tahu bahwa di belahan bumi yang lain ada seorang bayi terpenggal sedang digotong ayahnya yang menangis, kita tidak akan ikut merasakan sakit dan sedih. Tapi di zaman sekarang, mustahil untuk tidak tahu. Terutama bagi kalian yang membaca tulisan saya ini.

Artinya, pilihannya adalah bersimpati atau menutup diri. Tahu dan bertindak sesuatu, atau tidak mau tahu.

Mungkin ada dari kalian yang menganggap hanya sekedar posting tidak akan membantu apa-apa. Boikot makanan dan minuman tidak akan berpengaruh. Tapi coba tanyakan lagi ke diri kalian masing-masing, apakah memang benar seperti itu ataukah itu hanya sekedar pembenaran saja?

Rasa simpati membuat kita manusiawi. Luangkan waktu sejenak untuk membaca apa yang terjadi, mengetahui dan mendapat informasi. Kemudian lakukan sesuatu, walaupun kecil, sekecil share berita di medsos. Saya percaya dengan adanya butterfly effect. Siapa yang tahu kalau hal kecil yang kita lakukan sekarang ternyata dampaknya sangat besar di kemudian hari?

Semoga apa yang saya tulis ini bisa bermanfaat. Atau paling tidak, bisa menggerakkan hati yang membaca. Sedikit saja. Bukan hanya menjadi sebuah notifikasi, yang dilirik sebentar, lalu ditinggal.

💡
Suka dengan post ini? Kamu bisa mendaftar ke email newsletter yang akan saya kirimkan tiap minggunya, berisi rekomendasi buku yang sedang saya baca, beberapa link artikel menarik, video atau lagu yang saya temukan di minggu itu, serta quote yang berkesan untuk saya.