Membaca dengan Telinga
Sebuah hobi baru yang muncul dari kesibukan.
Efisiensi supaya makan gratis, bensin dioplos korupsi merajalela. Lama sudah saya tidak menulis, akhirnya baru post di bulan puasa.
Bekerja di tanah Melayu, satu hal yang harus selalu saya asah adalah kemampuan berpantun. Di dalam acara apa pun, semua orang di sini selalu mengawali dan mengakhiri dengan pantun. Akhirnya terbiasa, lalu terus terbawa. Sepertinya ini bukanlah kali terakhir kamu membaca atau mendengarkannya dari saya 😅.
Sudah lebih dari 1 bulan sejak tulisan saya yang terakhir. Mungkin saya belum benar-benar beradaptasi dengan tugas dan pekerjaan saya yang sekarang. Ada waktu setiap malam, tapi untuk berpikir rasanya sudah lelah. Untuk sekadar membaca buku 2-3 halaman pun agak berat. Akhirnya saya lebih sering menonton Youtube atau hanya scrolling medsos, sebelum akhirnya tidur cepat.
Mendengarkan audiobooks ternyata membantu.
Bermula dari perjalanan ke Bandara Juanda, di mana saya selalu berangkat 2.5 jam lebih awal dari waktu boarding, saya pikir tidak ada salahnya saya mencoba Audible, aplikasi dari Amazon untuk mendengarkan audiobooks. Walaupun di awal sempat tidak yakin karena ada perasaan cemas apabila rugi waktu dan biaya, sementara yang didapat tidak sebanding. Tapi ada free trial 1 bulan dan gratis 1 credit yang bisa ditukarkan dengan judul apapun.
Buku (atau audiobook) pertama saya adalah 1Q84 karya Haruki Murakami. Pada saat memulai, di layar muncul durasi total untuk mendengarkan audiobook itu sampai habis: hampir 47 jam…

Ternyata mendengarkan audiobook memberikan saya pengalaman yang berbeda dengan hanya membaca. Saya masih bisa mendengarkan dengan kecepatan 1.3 - 1.5 x sehingga bisa menyelesaikan tiap judul lebih cepat. Saat saya menulis post ini, sudah 4 audiobook yang selesai dengan total 49 jam. Lumayan mengingat kalau saya membaca pasti akan sulit menyelesaikan 4 buku dalam 1 bulan.
Kalau dipikir-pikir, manusia sebenarnya sudah berbagi informasi secara lisan selama puluhan ribu tahun, sebelum adanya gambar atau kata yang tercetak. Jadi sepertinya tidak ada salahnya apabila kita dibacakan buku dan diceritakan oleh orang. Atau dengan kata lain: “membaca dengan telinga”.
Menurut saya ada beberapa kelebihan mendengarkan audiobooks:
Waktu
Seperti yang saya sampaikan, rasanya lebih sulit bagi saya untuk menyelesaikan 4 buku dalam 1 bulan. Tapi dengan audiobooks, saya bisa memanfaatkan waktu seperti perjalanan pulang pergi ke kantor, menunggu pesawat, membersihkan kamar, dan sebagainya sambil mendengarkan buku. Untuk kamu yang hobi lari mungkin bisa menjadikan audiobooks sebagai alternatif lagu.
Tidak ada perbedaan dalam pemahaman
Paling tidak bagi diri saya sendiri, saya tetap bisa menangkap apa yang ada di dalam buku tersebut. Saya tetap bisa tertawa kalau mendengar candaan atau percakapan lucu di buku. Bayangan atau gambaran dari buku pun bisa muncul di otak saya, walaupun misal saya sedang merapikan sprei kasur.
Ada sebuah studi di tahun 2016 oleh Beth Rogowsky et al, seorang associate professor pendidikan di Universitas Bloomsburg Pennsylvania, yang meneliti tentang efek membaca, mendengar, serta kombinasi keduanya terhadap pemahaman. Temuannya: tidak ada perbedaan signifikan.

Pengisi suara yang beraneka ragam
Saat narator atau pengisi suara membacakan buku, nada yang dilantunkan berbeda ketika membaca narasi dan percakapan. Satu narator biasanya juga membedakan suara antar tokoh. Ini menjadi menarik ketika di dalam buku tersebut terjadi konflik atau percakapan antara 2 tokoh, misalnya. Begitu pun logat atau aksen, seperti buku Cormac McCarthy berjudul No Country for Old Men yang dibacakan dengan aksen Southern yang kental.
Sinkronisasi (paling tidak kalau kamu memakai Amazon)
Saya adalah pengguna lama Kindle, walaupun sekarang saya lebih sering menggunakan app Kindle di iPad. Salah satu kelebihan menggunakan Kindle dan aplikasinya adalah kita bisa melakukan sinkronisasi di mana saja, asalkan ada internet. Dan ternyata, audiobooks pun begitu. Karena saya memakai Audible milik Amazon, saya bisa melakukan sinkronisasi, baik itu dari handphone ke iPad, maupun saat mau membaca di Kindle. Jadi, ketika saya sedang menyetir ke suatu tempat dan mendengarkan audiobooks, pada saat saya kembali ke rumah dan mau membaca bukunya, sinkronisasi otomatis membuat saya bisa langsung melanjutkan bacaan ke bagian yang terakhir saya dengar.
Memang sih, ada juga beberapa kekurangan dari mendengarkan audiobooks:
Harus punya vocabulary yang luas
Saat membaca buku bahasa Inggris, kita bisa berhenti kalau menemukan kata yang belum kita ketahui, kemudian mencari artinya di kamus. Ini lebih sulit dilakukan ketika mendengarkan audiobooks. Walaupun sebenarnya bagi saya pribadi, kadang kita tetap bisa mengerti konteksnya saat mendengarkan kalimat full, meski ada satu kata yang belum pernah kita dengar.
Kembali ke part/titik tertentu
Ini biasa saya alami ketika ketiduran di pesawat atau sebelum tidur malam. Saat terbangun, lebih susah untuk mencari part terakhir yang masih kita ingat karena program jalan terus. Berbeda dengan buku, yang paling tidak kita masih ingat halaman berapanya.
Tidak bisa menyimpan quotes dengan mudah
Bagi saya yang senang meng-highlight quotes dari buku, ini adalah salah satu kekurangan yang paling saya rasakan. Memang Audible punya fitur untuk menangkap clip selama 15 detik, tapi tetap saja berbeda dengan apabila kita membaca langsung dari buku.
Biaya mahal
Ini juga poin yang sempat membuat saya ragu di awal: harga langganan yang cukup tinggi setiap bulannya. Memang sih, kita dapat 1 credit tiap bulan yang bisa ditukar dengan buku apa saja. Tapi artinya kalau kita tidak menyelesaikan paling tidak 1 buku dalam sebulan, bagi saya hitungannya rugi. Di luar 1 credit per bulan itu, kita harus membeli lagi buku lain yang mau kita baca.
Kesimpulan akhir
Untuk saat ini, saya masih mencoba cerita fiksi saja. Apa yang saya rasakan sama seperti mendengar orang lain bercerita. Soalnya, kalau mendengar buku seperti 7 Habits atau Psychology of Money, mungkin rasanya seperti mendengar ajaran guru di sekolah. We’ll see, suatu saat akan saya coba.
Yang ingin saya tekankan, ini bukanlah persoalan mana yang lebih baik atau superior. Saat ada waktu saya tetap membaca buku. Ketika mau mempelajari sesuatu, sepertinya saya juga tetap memilih untuk membaca. Mendengarkan audiobooks bisa membantu saya mengisi waktu. Ketimbang sekadar bengong saat perjalanan, hal ini saya rasa jauh lebih baik.
Artinya, bagi saya mendengarkan audiobooks lebih seperti sebuah tambahan, bukanlah pengganti dari buku. Bagaimana menurutmu?