Teror Halaman Kosong

Salah satu penghalang kreativitas terbesar adalah selembar kertas kosong.

Teror Halaman Kosong
Photo by Kelly Sikkema / Unsplash

Ada satu episode Spongebob Squarepants yang menarik dan relatable buat saya dengan judul Procrastination. Mungkin kamu pun pernah menonton dan masih ingat bagaimana Spongebob diberi tugas oleh Mrs. Puff untuk menulis esai yang berisi 800 kata dan harus dikumpulkan esok paginya. Spongebob merasa excited dan sampai di rumah ia langsung mempersiapkan peralatan serta meja kerjanya. Tapi, saat berhadapan dengan kertas kosong, ternyata ia kesulitan memikirkan apa yang harus ditulis, hingga akhirnya ia terdistraksi dan melakukan hal-hal lain, meninggalkan PR-nya itu.

Spongebob kesulitan memulai esainya

Hal ini sering sekali saya alami. Dan yang menariknya, banyak orang juga merasakan hal yang sama.

Ada sebuah artikel yang ditulis oleh Lawrence Yeo berjudul Mind Scribble: Solving the Blank Page Problem. Di situ ia menceritakan mengenai istrinya, seorang guru TK, yang memberikan tugas kepada murid-muridnya di sekolah untuk menggambar dalam 2 menit. Istrinya menemukan, saat hanya selembar kertas kosong yang diberikan, murid-muridnya tidak tahu apa yang harus digambar. Kreativitas mereka terhalang dan mereka kesulitan untuk memulai.

Suatu hari, ia mencoba hal berbeda. Alih-alih kertas kosong, ia memberikan kertas yang sudah dibubuhi coretan (sesederhana garis, lingkaran, atau gambar lain). Hasilnya sangat dramatis! Dalam 2 menit, murid-muridnya dengan asyik menggambar banyak hal, bermula dari coretan awal yang hanya figur sederhana tadi. Tidak berhenti di situ, setelah 2 menit berlalu, sang guru menginstruksikan murid-muridnya mengoper kertas tadi ke temannya di sebelah kiri masing-masing. Lalu ia kembali memberi waktu 2 menit untuk lanjut menggambar. Hal ini dilakukan beberapa kali hingga kertas tersebut kembali ke murid pertama.

Betapa berbedanya gambar tersebut telah berubah! Ini adalah kekuatan sebuah coretan kecil yang ditambahkan ke halaman kosong. Coretan ini menurunkan hambatan psikologis untuk mengambil langkah awal, dan begitu kita memulainya, hasil itu juga menjadi titik mula kreativitas bagi orang lain.

Coretan awal yang membantu proses menggambar (sumber: More to That)

Paralel dengan cerita Spongebob, ia mengalami apa yang sering disebut writers’ block; fenomena yang sering muncul akibat keyakinan bahwa tidak ada yang bisa ditulis sejak awal. Untuk memancing ide atau gagasan di dalam otak kita, kita harus menambahkan sesuatu sebagai garis start. Inilah yang dinamakan mind scribble atau coretan pikiran. Tujuannya adalah untuk memulai dari ide kecil dan membuatnya lebih mudah.

Menurut Lawrence, ada beberapa coretan pikiran yang bisa dipakai untuk menghadapi teror halaman kosong:

  • Tuliskan beberapa judul dari beragam topik, kemudian lihat ke mana itu akan membawamu

Alih-alih menatap halaman kosong, mulailah menulis berbagai macam judul topik yang ada di pikiranmu. Dari sini terkadang akan muncul masalah atau pemikiran yang ternyata bisa dibahas lebih jauh. Ibaratnya, akan tercipta sebuah menu tema yang bisa kamu pilih salah satu. Tidak perlu terlalu pusing memikirkannya. Bahkan kamu bisa memasang timer selama 2 menit, lalu tulis apapun yang ada di pikiran.

  • Tuliskan kutipan quote yang menarik, kemudian sampaikan pendapatmu tentang kutipan itu

Apabila kamu menemui kesulitan untuk hanya menulis sebuah judul atau tema, carilah sumber dari luar (buku, podcast, esai, video, dsb.). Ambil kutipan yang kamu anggap menarik, kemudian tuangkan pendapatmu tentang kutipan tersebut. Apakah kutipan itu bisa diterapkan dalam hidupmu? Apakah kamu punya cerita yang dapat membuktikan atau menyangkal pesan yang disampaikannya? Apa alasan yang membuat kamu mengutipnya? Jika kamu harus mengambil posisi sebagai seseorang yang tidak setuju dengan kutipan tersebut, apa yang akan kamu katakan?

Menggunakan kutipan merupakan salah satu cara termudah untuk menggerakkan pemikiranmu. Hal ini juga menunjukkan kalau kamu bukan cuma konsumen informasi, tapi bisa secara aktif berkontemplasi dan berpendapat.

  • Buat jurnal pribadi secara teratur

Keuntungan terbesar dari menulis jurnal pribadi adalah kamu tahu kalau kamu tidak akan mempublikasikannya ke orang lain. Artinya kamu bisa dengan bebas menulis apapun, hal-hal tidak masuk akal, repetitif, atau apapun itu. Dan suatu saat, ketika kamu membaca kembali apa yang kamu tulis, kamu bisa menemukan suatu hal menarik yang kemudian bisa kamu kembangkan menjadi sebuah tulisan yang bisa dipublikasikan. Satu yang harus diperhatikan: jangan menulis jurnal dengan tujuan untuk mencari ide baru, karena dengan demikian, akan ada tekanan untuk “menciptakan sesuatu” dari proses itu. Sebaliknya, manfaatkan momen menulis jurnal ini sebagai sarana kamu menumpahkan isi pikiranmu tanpa ada batasan, tujuan, atau agenda yang harus diraih.

Ketika kamu membaca kembali jurnal yang sudah ditulis, terkadang kamu bisa menemukan topik yang berulang atau berhubungan satu dengan yang lain. Topik ini penting karena menandakan kamu sering memikirkannya. Selanjutnya, barulah elaborasikan topik itu lebih jauh dan bagikan ke orang lain.

Ketiga hal di atas bisa kamu coba untuk menghadapi teror halaman kosong. Mungkin masih banyak metode lain yang lebih cocok untuk kamu. Tapi intinya, tujuan dari adanya coretan pikiran adalah untuk menurunkan penghalang psikologis yang menghentikan kamu untuk menulis dari awal. Ketika kamu sudah tahu apa yang akan kamu sampaikan, pikiran kamu akan mengalir seiring dengan proses menulis itu sendiri. Sama seperti apa yang dialami oleh Spongebob di akhir episode ketika ia sanggup menyelesaikan esainya dalam 5 menit. Ups, maaf untuk spoilernya 🥲


💡
Suka dengan post ini? Kamu bisa mendaftar ke email newsletter yang akan saya kirimkan tiap hari Sabtu. Isinya adalah rekomendasi buku yang sedang saya baca, beberapa link artikel menarik, video atau lagu yang saya temukan di minggu itu, serta quote yang berkesan.