The Power of Showing Up

Pentingnya "kehadiran" dalam membentuk kebiasaan.

The Power of Showing Up
Photo by Terren Hurst / Unsplash

Motivasi merupakan hal yang sedikit tricky. Hanya dengan melihat teman kita rutin bersepeda, kita jadi termotivasi untuk bersepeda juga. Mendengar pendapat teman kantor bahwa kita gemukan, kita jadi termotivasi untuk diet dan mengurangi berat badan. Atau saat bulan Januari, kita termotivasi untuk menjalankan resolusi tahun baru.

Di waktu diri kita memiliki motivasi, begitu menggelora semangat untuk menghadapi apapun. Seakan gunung sanggup dilewati, lautan pun diseberangi. Namun, seringkali motivasi tidak bertahan lama dan kita berakhir dengan rasa malas serta prokrastinasi.

Sebenarnya, Motivasi itu Apa?

Menurut Steven Pressfield di dalam bukunya, The War of Art, ada suatu titik dimana kita merasakan sakit yang lebih besar bila tidak mengerjakan sesuatu, dibanding sakit bila kita mengerjakannya.

Ini logis, bukan? Contoh saja ketika kita punya tugas yang kita tunda untuk kerjakan, lalu satu hari sebelum deadline kita kebut semalaman sampai begadang. Ngantuk dan letih bisa kita tahan karena kita tahu kalau tugas itu tidak diselesaikan maka konsekuensinya lebih buruk.

Atau bagi saya sesederhana track record Duolingo. Saya bisa terbangun malam-malam sebelum jam 12 hanya karena teringat belum mengerjakan satu lesson. Rasanya lebih pedih kalau harus kehilangan streak 450-an hari.

Jadi seperti itulah motivasi. Namun, bagaimana mempertahankannya supaya kita bisa membentuk kebiasaan yang baik?

Even if you don’t feel like doing it, you still do it

Menurut James Clear, pengarang buku bestseller Atomic Habits, motivasi seringkali muncul setelah kita memulai kebiasaan baru, bukan sebelumnya. Ia menghubungkan hal ini dengan Hukum Pertama Newton: obyek yang bergerak cenderung akan tetap bergerak.

Kalau kita ingin membersihkan kamar, rasa malas biasanya muncul sebelum pekerjaan itu dilakukan. Tapi jika sudah mulai menyapu sebagian sudut, akhirnya malah mengepel dan membersihkan kamar mandi juga.

Artinya apa? Jangan menunggu mood kita baik dan motivasi muncul dahulu sebelum mulai mengerjakan sesuatu atau mengembangkan kebiasaan. Justru saat prosesnya sudah kita mulai, motivasi akan muncul dengan sendirinya.

Jangan menunggu motivasi muncul untuk mengerjakan tugas. Nyalakan laptop, buka filenya, dan ketik kata pertama. Jangan menunggu motivasi muncul untuk menabung dan berinvestasi. Saat notifikasi gajimu masuk, langsung transfer sekian persen yang ingin kamu tabung ke deposito atau instrumen lain. Jangan menunggu motivasi muncul untuk fitness atau berolahraga. Siapkan baju ganti di tas lalu berangkat ke gym.

person about to lift the barbel
Photo by Victor Freitas / Unsplash

Inilah the power of showing up.

Hal ini yang saya usahakan untuk beberapa kebiasaan yang ingin saya bentuk. Seperti semingguan yang lalu ketika badan saya lemas setelah minum obat pilek. Pulang kantor saya tetap berganti baju lalu menuju gym. Saya berpikir 10 menit mungkin sudah cukup karena toh saya tidak akan kuat. Ternyata hampir satu jam saya menghabiskan waktu di sana dan berolahraga seperti biasa. Malamnya tidur saya sangat nyenyak, lalu bangun lebih segar dan jauh lebih baik keesokan harinya.

Dengan showing up, ada perasaan mengganjal apabila kita tidak melakukan kebiasaan kita.

Bagaimana cara untuk terus show up?

Kembali mengutip James Clear, buatlah sebuah ritual. Maya Angelou, seorang penulis terkenal, menyewa kamar hotel dari pagi hingga siang setiap hari untuk menulis. Dengan datang ke hotel itu, maka kebiasaan menulisnya bisa terlaksana. Haruki Murakami, penulis favorit saya, selalu bangun jam 4 pagi. Ia suka sekali berenang, lalu kemudian menulis hingga beberapa jam.

Ritual ini tidak perlu sulit, bahkan kalau bisa kamu buat semudah mungkin sampai kamu tidak bisa berkata tidak untuk melakukannya.

Untuk saya sendiri, ritual saya adalah mengganti celana pendek setelah jam kerja berakhir. Selama berbulan-bulan, saya tidak pernah tidak ngegym kalau sudah memakai celana pendek.

Ritual ini tentu harus bisa membawa kita ke tujuan akhir. Misal kita ingin hidup sehat, atau bisa lancar berbahasa Mandarin, atau menyelesaikan project besar di perusahaan, dan sebagainya. Ini penting agar kita tidak merasa apa yang kita lakukan sia-sia dan hanya membuang waktu.

Lalu, mintalah bantuan teman, saudara, atau orang terdekatmu untuk mengingatkan secara rutin. Sangat sulit untuk menjaga record 100% melakukan kebiasaan kita. Akan ada fase di mana kemalasan muncul. Di sinilah pentingnya memiliki support system, sehingga kita bisa kembali kepada jalur yang tepat.

Kalau kamu sendiri bagaimana? Apa kebiasaan yang sedang kamu kembangkan? Apakah kamu punya ritual sebelum melakukan kebiasaan baru itu?

💡
Suka dengan post ini? Kamu bisa mendaftar ke email newsletter yang akan saya kirimkan tiap minggunya, berisi rekomendasi buku yang sedang saya baca, beberapa link artikel menarik, video atau lagu yang saya temukan di minggu itu, serta quote yang berkesan untuk saya.