Weekly Blast (10/22) - Mindset Satu Buku

Hi!

Karena kesibukan kerja, selama sebulan lebih saya tidak sempat membaca. Jadi paling tidak selama dua minggu ini saya berencana menyelesaikan satu atau dua buku.

Photo by Studio Media / Unsplash

Akhir-akhir ini ada satu hal yang berbeda dari cara saya membaca. Sejak dulu, saya selalu bertekad menyelesaikan satu buku terlebih dahulu sebelum pindah ke buku lain. Apapun judul dan temanya, saat saya sudah membuka halaman pertama, saya harus selesai membalik halaman terakhir sebelum membuka lembar buku yang baru. Ini dilakukan bahkan untuk buku yang tidak terlalu saya nikmati.

Ada beberapa efek kurang baik yang saya sadari. Pertama, karena dipaksakan akhirnya saya tidak bisa enjoy. Alih-alih rekreasi, saya seperti sedang mencoba menyelesaikan tugas sekolah. Justru ada perasaan tertekan apabila saya tidak ‘berhasil’ menyelesaikan buku tersebut. Padahal tekanan itu mungkin berasal dari diri saya sendiri.

Kedua, apa yang mau saya pelajari atau saya dapatkan menjadi tidak maksimal. Ini khususnya untuk buku-buku non-fiksi. Karena saya hanya memaksakan untuk menyelesaikan buku tersebut, akhirnya tidak banyak yang bisa saya ingat. Begitu pun dengan cerita fiksi. Entah kenapa saya tidak bisa memperlakukan buku layaknya film atau series di Netflix, kalau di tengah jalan saya merasa bosan, saya stop dan mencari film lain.

Ketiga, ketika merasa tidak tertarik tapi sudah terlanjur sampai tengah, akhirnya saya berhenti membaca. Saya hanya menunggu sampai mood kembali untuk melanjutkan, tapi akhirnya baru dalam waktu yang lama. Tidak ada buku lain yang saya buka karena mindset ‘satu buku harus selesai’ tadi. Ini menurut saya adalah kerugian paling besar dan paling saya sesalkan.

Akhirnya saya mencoba untuk mengubah mindset tersebut. Perspektif yang baru adalah menganggap buku sama seperti film, series, atau artikel di internet. Kalau tidak menarik, ya tidak perlu dilanjutkan. Dibanding rugi akibat sudah beli buku tapi tidak dibaca sampai habis, lebih rugi energi dan waktu yang terbuang untuk melakukan sesuatu dengan percuma.

Lalu bagaimana?

Saya mengurangi frekuensi random membeli buku. Sekarang saya baca terlebih dahulu summary suatu buku, isinya seperti apa, apakah menarik, apakah ada yang bisa saya pelajari. Barulah saya memutuskan untuk membelinya.

Kemudian, saya juga membeli buku sesuai tujuan. Apakah memang hanya untuk hiburan atau ada suatu hal yang ingin saya pelajari. Apakah ada tema yang sedang menggugah rasa penasaran saya. Apakah buku ini menentang pandangan saya mengenai suatu hal. Dan sebagainya.

Pada satu hari nanti, bukan tidak mungkin buku yang belum selesai kita baca akan menjadi menarik karena topiknya sedang relatable di hidup kita. There are so many books, but only so much time. Akan selalu muncul buku best sellers, tiap minggu atau tiap bulan pasti ada buku baru dengan rating tinggi. Tapi… waktu kita berjalan terus. Walaupun New York Times mengatakan sebuah buku ‘the best of all time’, bahkan semua orang di dunia membacanya, tetaplah rugi kalau kita tidak menikmati.

Bagaimana menurutmu? Buku apa yang terakhir kamu baca? Apakah kamu menikmati tiap detiknya?

Kalau kamu punya feedback untuk saya, silakan hubungi melalui email ini atau DM Twitter @jagadgp.

Happy weekend!

Jagad

🌐 Post

Post saya di minggu ini adalah summary buku Sea Prayer oleh Khaled Hosseini. Salah satu buku terbaik yang saya baca, disajikan dengan ilustrasi yang indah. Sebenarnya sudah cukup lama saya menulis summary-nya, namun baru sempat saya selesaikan di minggu ini. Menceritakan isi surat seorang ayah kepada anaknya menjelang perjalanan mereka mengungsi. Sambil mengawasi putranya yang sedang tidur, sang ayah merenungkan bahaya yang terbentang di depan mata mereka dan begitu cepatnya kehidupan mereka berubah akibat perang.

📖 Buku

Dune oleh Frank Herbert. Sudah lama masuk ke dalam list “want to read”, saya membeli buku ini lewat Amazon Kindle. Dengan tebal 890 halaman, mungkin akan cukup lama saya menyelesaikannya. Tapi beberapa chapter awal langsung menarik perhatian dan saya sepertinya akan sangat menikmati membaca buku ini (walaupun penasaran, saya bertekad tidak akan menonton filmnya sampai saya selesai membaca 😁).

🎥 Film/Series

Set It Up di Netflix. Sebuah drama rom-com ringan yang surprisingly menarik. Menceritakan dua asisten yang overwork yang berencana untuk menjodohkan kedua bos mereka agar mereka bisa mendapatkan waktu luang. Ada tiga hal yang saya dapatkan setelah menonton:

#1 Saat kita tidak bisa menentukan prioritas, orang lain yang akan melakukannya. Tokoh utama di film ini sangat sibuk dan bekerja keras untuk memenuhi keinginan bosnya, sampai lupa apa keinginan dan cita-citanya sendiri

#2 Kadang kita takut memulai sesuatu karena tidak ingin hasilnya jelek atau tidak sesuai ekspektasi. Tapi, tentu saja hal yang baru kita mulai pertama kali hasilnya tidak sebagus yang kita mau. Justru karena itu, tetap lakukan dan terus lakukan hingga akhirnya kita bisa memperbaiki lalu meningkatkan kemampuan kita

#3 Hal paling menarik di film ini adalah teori mengenai “And yet…” Saya tidak akan memberikan spoiler, tapi scene saat kedua tokoh utama membahas hal tersebut sangat mengena dan salah satu alasan saya merekomendasikan film ini

🗞️ Artikel

Soliciting Hard Feedback oleh Ami Vora. Artikel yang mengingatkan saya bahwa saya masih perlu belajar mengenai bagaimana menerima feedback dan kritik. Hal ini merupakan sesuatu yang perlu dilatih karena sulit dan berat. Namun kita bisa bertumbuh dan berkembang lebih cepat apabila mau menerima feedback serta memberikan respon yang sesuai.

Men Have Fewer Friends Than Ever, and It’s Harming Their Health oleh Aubrey Hirsch. Artikel yang ditulis di Vox ini menunjukkan kalau menurut survey, persentase pria yang memiliki paling tidak 6 teman dekat turun hingga setengah antara tahun 1990 dan 2021. Bahkan satu dari lima pria single mengatakan kalau mereka tidak punya teman dekat. Hal ini ternyata berpengaruh langsung terhadap kesehatan badan serta sistem imun, selain kesehatan mental tentunya.

💭 Quote

“No matter how difficult the reality, you mustn’t let yourself be beaten. You must have a strong will. You have to summon what you know is right from your innermost depths and follow it.”

Masaji Ishikawa, A River in Darkness