Weekly Blast (3/12) - Hidup yang Penuh Masalah

Hi!

Pernahkah kamu bangun di satu pagi dan entah kenapa kamu merasa aneh, kamu merasa…bersemangat. Lebih dari biasanya. Sinar matahari pagi yang menerpa wajahmu seakan membawa partikel-partikel inspirasi dan dalam hati kamu berkata pada diri sendiri, “Apapun masalah yang terjadi hari ini, apapun tantangan yang datang, I’m ready. Bring it on!”

Only to find that there’s nothing interesting happening.

Jalanan yang biasa macet tiba-tiba lancar, tidak ada kerjaan yang harus diselesaikan, tidak ada complaint dari customer, tidak ada meeting yang membuat mata terpejam-pejam.

Namun, alih-alih merasa senang, di dalam hati kecil, kamu justru merasa hampa. Apalagi kalau di hari-hari lain, biasanya kamu selalu sibuk mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan isu tertentu. Kamu tahu, pada dasarnya life is full of problems to be solved. Tanpa adanya masalah, kita bisa kehilangan tujuan, karena sadar tidak sadar, sense of accomplishment adalah salah satu hal yang membawa kebahagiaan.

‘Masalah’ di sini bukan hanya hal besar yang membuat stres atau membuatmu pusing dan tidak bisa tidur di malam hari. Ada masalah yang kecil seperti misalnya saat kamu lupa membeli sabun. Ada masalah yang lebih besar seperti ban motormu bocor saat kamu sudah kesiangan berangkat ke kantor. Apapun itu, secara naluriah kita selalu berusaha untuk menyelesaikan semua masalah di dalam hidup kita.

Ini mungkin bisa menjadi renungan. Sebuah paradoks dimana kita ingin hidup bersih dari segala masalah, padahal di saat jumlah masalah di hidup nol, kita jadi malah kehilangan arah. Hidup justru jadi terasa tak ada arti, meaningless

Saya pernah membaca suatu artikel yang mengatakan kalau hidup tanpa masalah adalah masalah besar dengan sendirinya. Karena tidak ada yang perlu dikerjakan dan diselesaikan, kita tidak perlu berpikir, kita tidak perlu belajar, kita tidak perlu berkembang. Bahkan mungkin tidak akan ada hubungan pertemanan dekat, karena pertemanan dibangun dari rasa empati terhadap masalah yang dihadapi.

Di sini saya bukan mengajak kamu untuk mencari-cari masalah 😄. Tapi, renungan di minggu ini adalah, apakah reaksi kita saat menemui masalah sudah sesuai dengan apa yang kita inginkan di hidup kita? Kalau di dalam hidup pasti ada masalah, apakah kita sudah memilih masalah yang cukup berarti untuk diselesaikan?

Kalau kamu punya feedback untuk saya, silakan hubungi melalui email ini atau DM Twitter @jagadgp.

Happy weekend!

Jagad

🌐 Post

Post saya di minggu ini adalah versi lebih lengkap dari email saya sebelumnya, yaitu membahas mengenai dua sudut pandang yang berbeda tentang menabung. Walaupun acuan yang saya pakai berasal dari dua buku, tapi di sini juga saya memasukkan sedikit opini saya sendiri. Apa yang mau saya usahakan adalah bagaimana menemukan titik tengah antara ‘banyak menabung’ dan ‘menikmati hidup’. Jadi, gaya hidup yang tidak terlalu boros tapi juga tidak terlalu frugal.

🎥 Film/Series

In the Name of God: A Holy Betrayal di Netflix. Sebuah docuseries yang mengulas kejadian nyata empat orang di Korea yang mengakui diri mereka sebagai tuhan. Saking banyaknya pengikut dan orang yang terjebak dalam ideologi sesat tersebut, saya jadi penasaran dengan logika di balik faith/keyakinan. Kenapa kita bisa tetap terjatuh dalam tipu daya, bahkan saat orang-orang yang kita percayai melakukan hal buruk dan mengerikan.

🗞️ Artikel

Why Micro Habits are Better Than Typical Habits oleh Ivaylo Durmonski. Di dalam artikel ini Durmonski menjelaskan pentingnya kita membentuk micro habits, rutinitas kecil dan mudah yang tidak butuh waktu lama untuk mengerjakannya dan punya potensi membawa kita ke hasil yang lebih besar.

Kalau kita ingin hidup lebih sehat dengan berlari, akan jauh lebih sulit mengubah kebiasaan kita dari ‘tidak pernah olahraga sama sekali’ menjadi ‘lari 5 km tiap pagi’. Mungkin di hari-hari awal, saat motivasi kita masih tinggi, kita bisa melakukan hal itu. Tapi seiring berjalannya waktu, hal ini berubah menjadi beban dan akhirnya tidak kita lanjutkan.

Instead of doing that, kita bisa memecahnya menjadi beberapa micro habit. Misal:

  • Bangun 15 menit lebih pagi
  • Melakukan stretching
  • Lari di tempat di samping kasur

Saat kebiasaan ini rutin dijalankan, barulah pelan-pelan kita tingkatkan. Misalnya jadi lari keliling gang kompleks selama 15 menit. Lalu menjadi lari 1 km. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Perlu diingat bahwa walaupun relatif lebih mudah, micro habit tetap memerlukan effort. Dan, hidup kita tidak akan banyak berubah kalau kita tidak melakukan improvement terhadap micro habit tadi.

💭 Quote

“Hatred is like a long, dark shadow. Not even the person it falls upon knows where it comes from, in most cases. It is like a two-edged sword. When you cut the other person, you cut yourself.”

Haruki Murakami, The Wind-up Bird Chronicle